Perjalanan DPR periode 2009-2014 sudah genap berusia dua tahun per 1 Oktober lalu. Bukannya semakin membaik dari tahun sebelumnya, kinerja DPR di tahun kedua ini, baik kinerja legislasi, anggaran, maupun pengawasan, justru semakin merosot. "Masih bisa dipahami kalau pada tahun pertama, kinerja DPR agak terpuruk. Soalnya, tahun pertama biasanya masih perlu penyesuaian dan belajar. Tapi, setelah melewati tahun kedua, kinerjanya malah semakin jeblok, fungsi-fungsi DPR memang berjalan. Tapi, tidak menghasilkan kinerja dan produk yang benar "benar memenuhi kepentingan publik. Ironisnya, perilaku anggota DPR justru semakin menjauh dari kesan mengabdi kepada kepentingan dan aspirasi rakyat. "Kuatnya dugaan telah terjadi praktek mafia dan percaloan dalam proses anggaran, legislasi, dan pengawasan di Senayan semakin memperburuk wajah DPR. contohnya, dari aspek anggaran, DPR seolah sengaja tidak kritis dan mendorong efisiensi. Alokasi anggaran yang disetujui DPR, hampir selalu lebih besar dari usul anggaran yang diajukan pemerintah. Gejala ini terlihat dengan kasat mata pada APBN tahun 2011. Pemerintah awalnya mengajukan anggaran belanja negara sebesar Rp 1.202 triliun. Alih-alih berfikir efisiensi, DPR justru menyetujui anggaran dalam jumlah yang lebih besar, yakni Rp 1.229,5 triliun. "DPR menambah Rp 27,5 triliun dari yang diusulkan pemerintah. Hal yang sama terjadi pada alokasi belanja kementerian/lembaga. Pemerintah hanya mengusulkan Rp 410,4 triliun. Oleh DPR, disepakati sebesar Rp 432,7 triliun. Artinya, ada tambahan "bonus" sebesar Rp 22,3 triliun. Meskipun sudah mendapat tambahan, ternyata masih ada nomenklatur lain yang disebut "tambahan belanja kementerian/lembaga" yang nominalnya mencapai Rp 21,8 triliun. DPR sebenarnya tidak perlu menambah alokasi anggaran yang diajukan pemerintah. Karena pemerintah pasti sudah memperhitungkan masak "masak anggaran yang diajukannya. Akibatnya, kesan yang ditangkap publik adalah DPR tidak taat asas efisiensi dan cenderung menghamburkan keuangan negara. "Inilah yang disinyalir menjadi lahan atau sumber "penggarongan" bagi permainan para mafia anggaran. Akibat lain dari penambahan anggaran itu, kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran dalam APBN semakin besar. "Defisit anggaran di tahun 2011 menjadi Rp 214,6 triliun," Mungkin karena sudah terjebak kongkalingkong dengan pemerintah, DPR tidak bisa lagi mengkritisi postur APBN secara objektif. Misalnya, soal alokasi belanja modal atau pembangunan sebesar Rp 121,8 triliun yang jauh lebih kecil dari alokasi belanja rutin atau pegawai sebesar Rp 180,6 triliun. "Jadi, dana untuk kesejahteraan rakyat jauh lebih kecil dari anggaran untuk pegawai. Bisa dibilang APBN ini hanya untuk melayani pemerintah. Kinerja legislasi DPR juga tidak lebih baik. Target legislasi tahun 2011 adalah 70 RUU prioritas prolegnas ditambah 23 RUU "luncuran" dari tahun 2010. Sejauh ini, baru 12 RUU yang rampung dan disahkan menjadi UU. Semuanya berasal dari 23 RUU "luncuran?, yakni RUU yang sudah berjalan proses pembahasan tingkat I bersama pemerintah. "Ironis sekali. Tidak ada satupun RUU yang telah disahkan itu berasal dari 70 RUU yang ditetapkan sebagai prioritas 2011. Padahal, anggaran untuk legislasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan signifikan. Pada 2011 dialokasikan Rp 301,7 miliar untuk proses legislasi. Bahkan, pada tahun 2012, pagu yang diusulkan meningkat pesat menjadi Rp 541,2 miliar. anggaran untuk 1 RUU inisiatif DPR pada 2011 sebesar Rp 6,6 miliar, RUU usulan pemerintah Rp 4,3 miliar, RUU Pemekaran Daerah Rp 2,2 miliar, dan RUU yang meratifikasi kesepakatan internasional Rp 868,06 miliar. "Sayangnya tidak ada korelasi positif antara peningkatan anggaran legislasi dengan kinerja legislasi DPR. Efektivitas fungsi pengawasan juga tidak jelas. contonya raker komisi dengan kementerian mitra kerjanya berjalan intens. Namun, hasilnya belum secara langsung membawa perubahan pada perbaikan kinerja pemerintah. "Contoh lainnya pembentukan timwas century yang setelah bekerja sejak 27 April 2010 hasilnya belum jelas. performance dan kinerja DPR sebagai episentrum politik nasional tidak terlepas dari dinamika menuju penyerahan estafet kepemimpinan nasional pada 2014. Dalam situasi seperti itu, otomatis masing "masing partai melalui fraksinya di DPR berusaha memanfaatkan sisa waktu yang masih ada untuk pembangunan citra. dua tahun ini, fraksi-fraksi di DPR memang banyak disibukkan kegiatan yang sifatnya panggung politik. DPR mengaspresiasi masukan dan kritik dari masyarakat. "Pada prinsipnya, DPR tetap bekerja dengan maksimal sesuai mekanisme dan tata perundangan yang ada.
jangan kau salahkan jika terjadi anarkisme masal karena perbuatan terkutukmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar